Rabu, 02 Februari 2011

ASUHAN KEPERAWATAN MENIGNITIS


MENINGITIS

1.      Definisi
Meningitis adalah radang meningen (membrane yang mengelilingi otak dan medulla spinalis) dan disebabkan oleh virus atau organ – organ jamur. Meningitis selanjutnya diklasifikasikan sebagai asepsis, sepsis, dan tuberculosis. Meningitis aseptic mengacu pada salah satu meningitis virus atau menyebabkan iritasi meningen yang disebabkan oleh abses otak, ensefalitis, limfoma, leukemia, atau darah di ruang subarachnoid. Meningitis sepsis menunjukkan meningitis yang disebabkan oleh organism bakteri seperti menigokokus, stafilokokus atau basilus influenza. Meningitis tuberkulosa disebabkan oleh basilus tuberkel.
Dalam pembahasan ini akan dibahas mengenai meningitis bakteri atau meningitis sepsis. Bakteri paling sering dijumpai pada meningitis bakteri akut yaitu Neiserria meningitides (meningitis meningokokus), Streptococcus pneumonia (pada dewasa), dan Haemophilus inflienzae (pada anak – anak dan dewasa muda).
Bentuk penularannya melalui kontak langsung yang mencakup droplet dan secret dari hidung dan tenggorok yang membawa kuman (paling sering) atau infeksi dari orang lain. Pada hasilnya, banyak yang tidak dikembangkan menjadi infeksi tetapi menjadi carrier. Insiden tertinggi pada meningitis disebabkan oleh bakteri gram negative, yang terjadi pada lansia, sama seperti pada seseorang yang menjalani bedah saraf atau seseorang yang mengalami gangguan respons imun.  

2.      Etiologi
1.      Bakteri; Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae (pneumokokus), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.
2.      Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
3.      Faktor predisposisi : jenis kelamin laki-laki lebih sering dibandingkan dengan wanita.
4.      Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan.
5.      Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.
6.      Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem persarafan.

3.      Patofisiologi
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan diikuti dengan septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas. Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri. Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK. Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus.


Agen penyebab
Invasi ke SSP melalui aliran darah
Bermigrasi ke lapisan subarahnoid
Respon inflamasi di piamatter, arahnoid,CSF dan ventrikuler
Exudat menyebar di seluruh saraf cranial dan saraf spinal
Kerusakan neurologist

4.      Manifestasi klinis
Sakit kepala dan demam merupakan gejala awal yang sering. Sakit kepala dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit.
Gejala – gejala lainnya yakni berupa :
*      Perubahan pada tingkat kesadaran. Perubahan yang terjadi bergantung pada beratnya penyakit, demikian pula respons individu terhadap proses fisiologik. Manifestasi perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargik, tidak responsive, dan koma.
*      Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali yang umumnya terlihat pada semua tipe meningitis, antara lain :
*      Rigiditas nukal (kaku leher) adalah tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot – otot leher. Fleksi paksaan menyebabkan nyeri berat.
*      Tanda kernig positif : ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadaan fleksi ke arah abdomen, kaki tidak dapat diekstensikan sempurna.
*      Tanda Brudzinski : bila leher pasien difleksikan, maka hasilnya fleksi lutut dan pinggul; bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi, maka gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan.
Dengan alasan yang tidak diketahui, pasien ini mengeluh mengalami fototobia atau sensitive yang berlebihan terhadap cahaya.
*      Kejang dan peningkan TIK. Kejang terjadi sekunder akibat area fokal kortikal yang peka. Tanda – tanda peningkatan TIK sekunder akibat eksudat purulen dan edema serebral terdiri dari perubahan karakteristik tanda – tanda vital (melebarnya tekanan pulsa dan bradikardia), pernapasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.
*      Adanya ruam merupakan salah satu cirri yang menyolok pada meningitis meningokokal (Neisseria meningitis). Sekitar setengah dari semua pasien dengan tipe meningitis mengembangkan lesi – lesi pada kulit diantaranya ruam petekie dengan lesi purpura sampai ekimosis pada derajat yang luas.
*      Infeksi fulminating terjadi pada sekitar 10 % pasien dengan meningitis meningokokus, dengan tanda – tanda septicemia: demam tinggi yang tiba – tiba muncul, lesi purpura yang menyebar (sekitar wajah dan ekstremitas), syok dan tanda – tanda koagulapati intravascular diseminata (KID). Kematian mungkin terjadi dalam beberapa jam setelah serangan infeksi.



5.      Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang berhasil bergantung pada pemberian antibiotic yang melewati darah-barier otak ke dalam ruang subarachnoid dalam konsentrasi yang cukup untuk menghentikan perkembangbiakan bakteri. Cairan seresbropinal (CSS) dan darah perlu dikultur, dan terapi antimikroba dimulai segera. Dapat digunakan penisilin, ampisilin atau kloramfenikol, atau salah satu jenis dari sefalosporins. Antibiotic lain digunakan jika diketahui strein bakteri resisten. Pasien dipertahankan pada dosis besar antibiotic yang tepat per intravena.
Dehidrasi atau syok diobati dengan pemberian tambahan volume cairan. Kejang dapat terjadi pada awal penyakit, dikontrol dengan menggunakan diazeoam atau fenitoin. Diuretik osmotic (seperti manitol) dapat digunakan untuk mengobati edema serebral.

6.      Komplikasi
·         Hidrosefalus obstruktif
·         MeningococcL Septicemia ( mengingocemia )
·         Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral)
·         SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone )
·         Efusi subdural
·         Kejang
·         Edema dan herniasi serebral
·         Cerebral palsy
·         Gangguan mental
·         Gangguan belajar
·         Attentiondeficitdisorder

G.  Pengkajian
a)     Biodata klien
b)    Riwayat kesehatan yang lalu
(1) Apakah pernah menderita penyait ISPA dan TBC ?
(2) Apakah pernah jatuh atau trauma kepala ?
(3) Pernahkah operasi daerah kepala ?
     c)    Riwayat kesehatan sekarang
            (1) Aktivitas
        Gejala : Perasaan tidak enak (malaise). Tanda : ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter.
            (2) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi : endokarditis dan PJK. Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi berat, taikardi, disritmia.
(3) Eliminasi
Tanda : Inkontinensi dan atau retensi.
(4) Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan. Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek dan membran mukosa kering.
(5) Higiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.
(6) Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, parestesia, terasa kaku pada persarafan yang terkena, kehilangan sensasi, hiperalgesia, kejang, diplopia, fotofobia, ketulian dan halusinasi penciuman. Tanda : letargi sampai kebingungan berat hingga koma, delusi dan halusinasi, kehilangan memori, afasia,anisokor, nistagmus,ptosis, kejang umum/lokal, hemiparese, tanda brudzinki positif dan atau kernig positif, rigiditas nukal, babinski positif,reflek abdominal menurun dan reflek kremastetik hilang pada laki-laki.
(7)Nyeri/keamanan
     Gejala : sakit kepala(berdenyut hebat, frontal). Tanda : gelisah, menangis.
(8) Pernafasan
Gejala : riwayat infeksi sinus atau paru.
Tanda : peningkatan kerja pernafasan.

H.  Diagnosa
Diagnosa keperawatan
1.      Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi sehubungan dengan diseminata hematogen dari pathogen
2.      Risiko tinggi terhadap perubahan serebral dan perfusi jaringan sehubungan dengan edema serebral, hipovolemia.
3.      Risisko tinggi terhadap trauma sehubungan dengan kejang umum/fokal, kelemahan umum, vertigo.
4.      Nyeri (akut) sehubungan dengan proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi.
5.      Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan
6.      Anxietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian.

I.  Intervensi keperawatan
a)      Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi sehubungan dengan diseminata hematogen dari patogen.
Mandiri
·         Beri tindakan isolasi sebagai pencegahan
·          Pertahan kan teknik aseptik dan teknik cuci tangan yang tepat.
·          Pantau suhu secara teratur
·          Kaji keluhan nyeri dada, nadi yang tidak teratur demam yang terus menerus
·          Auskultasi suara nafas ubah posisi pasien secara teratur, dianjurkan nfas dalam
·          Cacat karakteristik urine (warna, kejernihan dan bau )
Kolaborasi
·          Berikan terapi antibiotik iv: penisilin G, ampisilin, klorampenikol, gentamisin.

b)   Resiko tinggi terhadap perubahan cerebral dan perfusi jaringan sehubungan dengan edema serebral, hipovolemia.
      Mandiri
·          Tirah baring dengan posisi kepala datar.
·          Pantau status neurologis.
·          Kaji regiditas nukal, peka rangsang dan kejang
·          Pantau tanda vital dan frekuensi jantung, penafasan, suhu, masukan dan haluaran.
·          Bantu berkemih, membatasi batuk, muntah mengejan.
      Kolaborasi.
·         Tinggikan kepala tempat tidur 15-45 derajat.
·         Berikan cairan iv (larutan hipertonik, elektrolit ).
·         Pantau BGA.
·         Berikan obat : steoid, clorpomasin, asetaminofen

c)   Resiko tinggi terhadap trauma sehubungan dengan kejang umum/vokal, kelemahan umum vertigo.
      Mandiri
·         Pantau adanya kejang
·         Pertahankan penghalang tempat tidur tetap terpasang dan pasang jalan nafas buatan
·         Tirah baring selama fase akut kolaborasi berikan obat : venitoin, diaepam, venobarbital.

d) Nyeri (akut) sehubungan dengan proses infeksi, toksin dalam sirkulasi.
Mandiri.
·         Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin di atas mata, berikan posisi yang nyaman kepala agak tinggi sedikit, latihan rentang gerak aktif atau pasif dan masage otot leher.
·         Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman(kepala agak tinggi)
·         Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif.
·         Gunakan pelembab hangat pada nyeri leher atau pinggul
Kolaborasi
Berikan anal getik, asetaminofen, codein

e)   Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
·         Kaji derajat imobilisasi pasien.
·         Bantu latihan rentang gerak.
·         Berikan perawatan kulit, masase dengan pelembab.
·         Periksa daerah yang mengalami nyeri tekan, berikan matras udsra atau air perhatikan kesejajaran tubuh secara fumgsional.
·         Berikan program latihan dan penggunaan alat mobilisasi.

f)   Perubahan persepsi sensori sehubungan dengan defisit neurologis
·          Pantau perubahan orientasi, kemamapuan berbicara,alam perasaaan, sensorik dan
      proses pikir.
·         Kaji kesadara sensorik : sentuhan, panas, dingin.
·         Observasi respons perilaku.
·         Hilangkan suara bising yang berlebihan.
·         Validasi persepsi pasien dan berikan umpan balik.
·         Beri kesempatan untuk berkomunikasi dan beraktivitas.
·         Kolaborasi ahli fisioterapi, terapi okupasi,wicara dan kognitif.

g)   Ansietas sehubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian.
·         Kaji status mental dan tingkat ansietasnya.
·         Berikan penjelasan tentang penyakitnya dan sebelum tindakan prosedur.
·         Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan.
·         Libatkan keluarga/pasien dalam perawatan dan beri dukungan serta petunjuk sumber penyokong.

J. EVALUASI
 Hasil yang diharapkan:
1.       Mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa bukti penyebaran infeksi endogen atau keterlibatan orang lain
2.      Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik dan fungsi motorik/sensorik, mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil.
3.      Tidak mengalami kejang/penyerta atau cedera lain.
4.      Melaporkan nyeri hilang/terkontrol dan menunjukkan postur rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.
5.      Mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal dan kekuatan.
6.      Meningkatkan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi.
7.      Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang dan mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang situasi.












DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 1997, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Penerbit Buku
Kedokteran EGC : Jakarta.
Doengoes,  Marilynn, 1993, Rencana Asuhan  Keperawatan, Penerbit Buku  Kedokteran EGC : 
      Jakarta.
Mansjoer, dkk., 2000, Kapita Selekta Kedokteran, FKUI : Jakarta.
Price, Sylvia, 2003, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
WWW.PEDIATRIK.COM